Sebentar lagi tahun ajaran baru akan dimulai. Yang sebelumnya sekolah di rumah masing-masing, kemungkinan di tahun ajaran baru nanti sudah mulai masuk sekolah. Semoga kasus copid ngga naik lagi supaya anak-anak bisa tenang belajar di sekolah baru.
Baca juga : Review : Buku Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now
Udah cukup 2 tahun yang melelahkan harus mendampingi kakak belajar dari rumah. Rasanya seperti ibunya yang jadi guru sekolahnya 😵💫
Dampak pembelajaran jarak jauh
Sudah 2 tahun, anak-anak harus sekolah di rumah karena pandemi. Segala kegiatan dilakukan di rumah secara daring, menyapa teman dibatasi oleh layar gawai, olah raga pun harus disekitar rumah memakai masker. Rasa takut, cemas, curiga cenderung mendominasi.
Baca juga : Curhatan guru dan murid selama PJJ: butuh Unlimited BISA SEMUA
Dampaknya pada anak, anak kurang sosialisasi, kurang aktifitas fisik, lebih gampang emosian karena energinya tak tersalurkan dengan baik sehingga berpengaruh ke ketidakmatangan kecerdasan sosial-emosional anak.
Memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) tanggal 29 Juni 2022, Danone Indonesia mengadakan webinar bertema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi yang disiarkan di YouTube Nutrisi untuk Bangsa dengan pembicara:
dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak,
Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak
Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH,
Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.
Optimalkan tumbuh kembang anak pasca pandemi
Mumpung sekarang masih liburan sekolah, masih ada waktu untuk menyiapkan kematangan sosial-emosionalnya. Terutama untuk anak usia dini yang selama ini banyak bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Masa pasca pandemi ini bisa dibilang masa transisi peralihan menuju ke masa endemik. Masa dimana harus menyesuaikan dengan kebiasaan baru. Bisa berkegiatan di luar asalkan masih terus menjalankan protokol kesehatan.
Kenapa harus mengoptimalkan perkembangan sosial-emosional anak?
Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu aspek perkembangan yang sangat penting bagi setiap anak karena merupakan salah satu faktor penentu kesuksesannya di masa depan.
Usia golden age merupakan masa keemasan untuk setiap aspek perkembangan, termasuk aspek sosial emosional. Maka dari itu, proses tumbuh kembang anak harus selalu diperhatikan agar berjalan dengan optimal.
Baca juga : Dukung kecerdasan emosi anak dengan aktivitas positif
Adanya perubahan saat masa pandemi yang lebih banyak dihabiskan di rumah bersama keluarga, tentu membuat anak merasa bingung menghadapi perubahan situasi, kondisi, dan kebiasaan baru. Bila anak bingung, maka akan berpengaruh ke gangguan perkembangan sosial-emosional. Dampaknya bisa berpengaruh di kehidupan remaja dan dewasanya nanti yang berpengaruh ke aspek kognitif, mental, dan penyakit tak menular.
Makanya untuk dukung perkembangan sosial-emosional anak, ibu ngga bisa kerja sendiri. Butuh kerjasama ayah, pengasuh, dan keluarga lainnya dengan kolaboratif parenting.
Kolaboratif parenting
Anak hadir karena kerjasama ayah dan ibu. Mengasuhnya pun butuh kolaborasi dari kedua orang tua, keluarga, pengasuh, dan lingkungan sekolahnya agar tumbuh kembangnya optimal.
Komunikasi antara ayah, ibu atau pengasuh
Komunikasi ayah dan ibu menjadi kunci penting kesuksesan kolaboratif parenting. Salah satu caranya dengan membicarakan tentang pembagian peran pengasuhan anak. Dalam pembagian peran butuh proses negosiasi dan kompromi.
dr. Irma Ardiana, MAPS, mengatakan pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak.
Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke berbagai kegiatan anak mampu membantu anak mencapai perkembangan di tiap tahapan usia anak.
Hasil survei BKKBN menjelaskan bahwa selama pandemi COVID-19, 71,5% pasangan suami istri telah melakukan pola asuh kolaboratif. Sebanyak 21,7% mengatakan istri dominan, sedangkan sisanya sebesar 5,8% hanya istri saja.
Selama pandemi orang tua mengalami tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi, serta menilai pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin menghambat kemampuan orang tua untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak – UNICEF.
Tak bisa dipungkiri, waktu bersama anak selama pandemi lebih banyak. Begitu pula dengan ayah yang harus Work From Home (WFH). Tak cuma anak aja yang sosial-emosionalnya terganggu.
Kesehatan mentalnya orang tuanya pun juga ikut berpengaruh karena harus mendampingi anak-anak sekolah daring berikut bersama mengerjakan tugas yang diberikan bu guru. Bagaimana pun juga manusia adalah makhluk sosial yang butuh sosialisasi dan berkegiatan di luar rumah agar pikirannya menjadi fresh kembali.
Kalau orang tuanya gampang cranky selama pandemi, otomatis anaknya pun ikut meniru orang tuanya. Ini akan menghambat perkembangan sosial-emosional di fase selanjutnya. Makanya perlu pola pengasuhan kolaborasi agar beban pengasuhan bisa dibagi sehingga kesehatan mental orang tuanya pun terjaga.
Menyesuaikan pola pengasuhan anak zaman now
Orang tua diharapkan mau terus belajar, update ilmu pola asuh sesuai sikon anak zaman now yang serba cepat, digital, dan terus berubah-ubah.
Perkembangan emosi dan sosial berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu
– Faktor genetik yang diturunkan dari orang tuanya.
– Pemenuhan nutrisi, akan berpengaruh untuk asupan ke otak istilahnya gut brain axis. Sistem pencernaan yang sehat juga akan mempengaruhi perkembangan fisik anak.
– Lingkungan, yang terbagi menjadi kesehatan fisik, stimulasi, dan pola asuh.
Cara mengajarkan kemampuan sosial-emosional ke anak
✔️Anak suka meniru orang tuanya, jadi selalu berikan contoh yang baik untuk anak
✔️Ajak anak untuk mengambil keputusan di dalam kesehariannya
✔️Mengasah empatinya pada keluarga dan teman
✔️Ajak anak melakukan hal baik pada orang lain
✔️Sering tanyakan bagaimana perasaannya, untuk antisipasi tantrum
✔️Sering diskusi dengan anak, ajak anak untuk jujur dengan perasaan yang tak disukainya
✔️Apresiasi anak dengan hadiah atau reward bila anak berhasil menunjukkan kebiasaan baik
✔️Bila anak mencurahkan emosi negatif jangan langsung dimarahi, jelaskan dengan perlahan atas sikon yang sedang terjadi
✔️Ceritakan dongeng pengantar sebelum tidur
Orang tua juga wajib mengetahui apa saja prinsip dasar stimulasi anak agar anak bisa mengoptimalkan kemampuannya masing-masing.
Prinsip stimulasi anak
✔️Stimulasi dilakukan sesuai usia dan tahap perkembangan anak
✔️Stimulasi dilakukan berulang kali
✔️Tahapan perkembangan anak bersifat individual
✔️Stimulasi untuk semua aspek perkembangan anak
✔️Stimulasi dilakukan dengan rasa cinta dan kasih sayang yang menyenangkan
✔️Stimulasi dilakukan sambil bermain, jangan memaksa
✔️Stimulasi dapat dilakukan dengan atau tanpa memakai alat bantu atau permainan sederhana dan aman
✔️Berikan anak reward bila berbuat baik agar diulang oleh anak
Agar anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, punya keterampilan sosial-emosional dan kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala, serta memberi stimulasi dan nutrisi yang tepat. dr. Bernie.
Stimulasi dalam kolaboratif parenting
Cici, Founder Joyful Parenting 101 menceritakan sebagai orangtua, ia dan suami, sudah menerapkan pola asuh kolaboratif. Suami kebagian tugas untuk mengasuh mental keberanian anak lewat kegiatan dan permainan seru. Sedangkan Cici bertugas untuk mengasah mental dan karakter anak.
Untuk mengasah kemampuan sosial-emosionalnya, Cici mendorong anak untuk berani mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal sehingga mereka dapat mengetahui apa yang dirasakan anak secara emosional.
Selain itu Cici juga menghubungi guru dan staf terkait lainnya di sekolah si Kecil untuk memantau cara anak mengatasi dan mengikuti tugas atau kegiatan.
Cici juga berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang untuk mengetahui lebih jauh upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Kesimpulan Optimalkan Pola Asuh di Masa Transisi
Kolaboratif parenting akan berjalan jika komunikasi antara orang tua, pengasuh, dan anak bisa berjalan lancar.
Dengan cara sering menanyakan perasaan anak, mendorong anak untuk jujur mengungkapkan perasaannya, orang tua pun sering mengungkapkan perasaannya pada anak agar anak tahu bahwa apa yang dilakukannya disenangi atau tidak disukai orang tuanya atau keluarganya. Sehingga anak bisa lebih mudah merepetisi perilaku yang sudah baik.
Selain itu asupan nutrisi sesuai isi piringku gizi seimbang juga penting untuk dukung asupan otak, yang mempengaruhi aktifitas fisik anak dan mencegah stunting.
Semangat terus mendampingi anak-anak mencapai kematangan kecerdasan sosial-emosionalnya Temans
Memang ya mba, masa2 pas msh harus belajar daring kemarin menantang bangetttt. Aku yg kadar sabar nya bisa dibilang tipiiiiis, beneran jadi mudah emosi selama ngajar. Makanya seneng sih anak2 bisa masuk sekolah lagi, semoga ga ada kenaikan yg bahaya lagi skr ini. Krn mereka pun jadi kelebihan energi yg susah disalurkan kalo kebanyakan di rumah. Ujung2nya jadi moody, bosenan dan cranky 😑…
Memang sih kerjasama antara ayah ibunya dan pengasuh penting bangettttt. Aku ga kebayang kalo ga ada support dari mereka